Saya yang kadang-kadang sok tahu bukanlah termasuk orang banyak tahu tapi saya memaksakan diri saya untuk melakukan hal yang disebut 'pura-pura tidak tahu' tadi. Izinkan saya memeberi contoh. Ketika ada seorang teman datang kepada saya dengan wajah sumringah setelah beberapa saat sebelumnya baru saja mendapat kabar luar biasa gembira yang berbunyi "ga jadi ulangan fisika", reaksi yang saya siapkan secara dadakan adalah memakai wajah yang lebih sumringah daripadanya dan berkata dengan luar biasa semangat 'ah serius lo?'. Keadaan ini terbentuk karena ternyata saya sudah tahu kabar luar biasa gembira ini dari hari kemarin yang berasal dari salah seorang teman baik di kelas lain. Kalau kemudian timbul tanda tanya setelah kata 'mengapa' maka kalimat yang mengikutinya adalah karena saya tidak mau serta merta memcahkan wajah sumringah teman tersebut. Hal yang paling membahagiakan sebenarnya adalah membuat orang lain tahu bahwa kita bahagia karenanya. Bisa bayangkan bila kata-kata yang keluar dari saya setelah kata-kata 'ga jadi ulangan fisika' yang diutarakan seorang teman adalah 'emang! kemana aja'? Saya yakin dan sangat yakin dia akan merasa tidak berguna dan mungkin jadi kecil hati. Saat itu juga saya telah menggagalkan usahanya yang sebenarnya untuk membahagiakan saya atau paling tidak berbagi kebahagiaan.
Kalau ada yang berpendapat bahwa apa yang saya lakukan itu hanyalah memberi kebahagiaan semu hanya karena ingin melihat teman tersenyum dan merasa menjadi setengah dewa, saya pastikan itu salah. Ekspresi yang saya keluarkan hanyalah ekspresi yang sebelumnya sudah saya lakukan di kurun waktu tertentu sebelum teman saya datang dengan kabar tersebut dan saya ulangi lagi di depan teman saya. Tidak ada yang semu karena pada akhirnya kita sama-sama bahagia. Biarlah sesekali saya menjadikan ia pahlawan dalam cerita saya. Melihat teman bahagia adalah hal yang membahagiakan diri saya sendiri. Hal ini berlaku juga untuk hal-hal buruk yang tidak bisa dihindari yang biasanya menyisakan luka di hati. Ketika itu terjadi, maka kata-kata yang harus saya cetak tebal adalah melihat teman bersedih adalah hal yang paling menyedihkan diri saya sendiri.
Saya sudah membiasakan hal ini sejak lama tapi entah apa dan kenapa, saya tidak lagi melakukan hal membahagiakan ini. Saya cenderung untuk jadi yang paling menonjol dengan menunjukkan bahwa saya tahu banyak hal dan tahu lebih dulu. Mungkin persaingan lingkungan, tapi untuk apa? Untuk apa menjadi paling menonjol kalau tidak membahagiakan orang lain? Terlebih lagi jika apa yang saya tonjolkan adalah bukan apa-apa. Saya ulangi, saya bukanlah orang yang mengetahui banyak hal secara jelas dan terperinci. Jadi, apa yang bisa saya tonjolkan?
"Tuhan bila aku terlalu tinggi hati, rendahkanlah aku dengan hati-hati." -Rahne Putri
No comments:
Post a Comment