Ketika rasa pilu bernama rindu singgah, aku terpanah tak berdaya. Rindu ini tak lebih hanya sekadar anak panah. Namun sayang, terbenam dalam di jantung. Tiada aku perbuat sesuatu ketika banyak yang seharusnya bisa aku lakukan. Iya begitulah aku analogikan rindu yang terlalu menumpuk seperti sampah ini. Pada malam yang tiada lagi sunyi oleh sebab bising di rongga kepalaku, aku berjalan mencari tahu apa kabar kamu. Lewat deretan kata, aku seperti mendengar kamu bercerita. Tanpa aba-aba, otakku memutar suaramu yang seolah-olah mengaudiokan potongan cerita yang kamu sajikan melalui kata tersebut. Rindu ini sedikit luruh terbawa alur cerita. Teruslah menulis karena itu satu-satunya cara supaya aku mampu terus mendengar ceritamu tanpa harus ada sapa.
No comments:
Post a Comment