Judul di atas terbaca biasa saja. Cenderung berlebihan. Namun, jika kamu melalui masa SMA-mu di tempat yang sama denganku, kamu pasti tidak sekadar mebaca begitu saja. Kamu akan melantunkannya tanpa sadar. Iya, itu penggalan lirik Mars Doeta.
***
Balik lagi ke sekolah. Iya, ke SMA dulu. Berdua sama kawan lama yang semoga menjadi selamanya. Ini acara CGTS; Campus Goes to School. Ah, sebenarnya kurang peduli ada keriaan apa di sana. Ini lebih karena rindu yang menyeret kaki ini ke sana, ke tempat aku titipan segenggam kenangan. Segenggam kenangan yang tumpah ruah. Aku pijakkan lagi langkah-langkah kaki di lapangan conblock tapi tidak lagi dengan beralaskan sepatu hitam polos bertali. Selain aku enggan pakai sepatu begitu, aku beri kamu tahu, bahwa itu tidak harus. Aku sudah katakan, aku berdua pergi ke sana. Bukan untuk melebur bersama yang lain, tapi lebih untuk menyesap lagi apa-apa yang dulu sering kami lakukan. Kami berjalan ke sana ke mari mecari-cari sisa-sisa cerita yang berceceran.
Tangga. Dulu kami senang duduk-duduk di anak tangga. Bersama yang lain juga, karena jika berdua pasti tidak seru. Tangga itu tangga yang kami lalui sewaktu duduk di kelas sepuluh. Banyak juga cerita mengalun di atas anak-anak tangga hingga kami pikir itu perlu untuk mengambil gambar lagi di tempat itu. Ya, untuk sekadar nostalgia.
DPR. Kamu tahu tidak DPR itu artinya Di bawah Pohon Rindang? Kamu sekarang tahu. Aku yakin. Dulu, di sana, di bawah pohon itu, angin-angin bergejolak menemani lantunan lagu-lagu diiringi petikan gitar. Iya, kami dulu sering melakukan itu selepas bel pulang sekolah. Kami tidak langsung pulang walaupun sebenarnya itu yang dianjurkan. Di sana juga, kami bertukar cerita. Aku rindu. Aku rindu melakukan hal itu. Ada tentram kala aku duduk bersila di atas conblock berlumut itu. Aku bahagia ketika aku tahu, aku bersama teman-teman. Tawa-tawa liar selalu menggelegar di bawah sana sebagai tanda kami bahagia. Aku rindu. Rindu yang begitu menggebu.
Banyak lagi tempat yang sering aku singgahi dulu. Sedihnya, banyak yang sudah tidak bisa aku dapati lagi. Banyak renovasi. Banyak tempat yang hilang. Sederhananya bangunan sekolahku hanya tersisa sedikit. Sudah dibangun yang lebih bagus tapi buatku yang paling aku cinta adalah yang lalu. Sederhana. Bangunan tua. Ah, itu indah. Tiap Senin dulu sewaktu upacara bendera, sekolahku seperti sekolah di desa; bangunan tua tidak bertingkat, tiang bendera yang jauh menjulang melebihi tinggi bangunan, suara kereta melaju (sekolahku dekat dengan rel kereta). Namun kamu tahu, kenangan tidak akan bisa tergempur renovasi. Begitupun rindu ini. Tak habisnya ia walau tergempur waktu. Aku bahagia punya masa putih-abu seperti apa yang aku punya. Terimakasih.
Kamu tahu? Ini jalan samping.
Ini namanya DPR. Ada dua. Bersebelahan. Aku lebih suka yang satunya. Tapi yang ini pun cukup menawan diri untuk duduk berlama-lama.
Aku berdua ke sana. Tidak pakai sepatu hitam polos bertali. Karena kami tidak mau dan itu tidak harus.
Ini tangga yang aku ceritakan. Masih begitu. Belum tergempur renovasi selain dicat ulang.
Ini kamu sudah tahu apa.
Ini aku di depan sekolahku.
Ini masih di daerah DPR yang aku agung-agungkan.
Itu di belakangku adalah bangunan lama yang aku bilang tua dan sederhana. Beruntung belum tergempur.
Ini tampang sekolahku sekarang tapi bukan tempat aku titipkan kenangan. Ini masih dalam tahap penyelesaian. Terpampang jelas conblock yang tersusun rapi. Banyak kisah duka dan suka bergulir di atasnya. Mulai dari MBS, acara 17an, latihan Paskibra, LDK, D'Sparted, dan banyak lagi.
No comments:
Post a Comment