Tuesday, February 24, 2015

Kopi dalam Cangkir

Katanya dari secangkir kopi manis panas, ada bulir-bulir pahit yang menguap. Biarlah hilang tersapu angin. Bukankah yang manis adalah bagian dari kopi yang paling ingin kau sesap? Tapi entah mengapa, kau begitu menikmati uap-uap panas yang menari di atas kopi. Kau biarkan ia perlahan memenuhi rongga hidungmu. Membuat aku iri. Uap-uap itu merasuk dengan magis ke dalam tubuhmu; satu-satunya tempat yang ingin aku huni. Tapi apa ada hal lain yang bisa aku lakukan selain menjadi ikhlas? Ikhlas karena aku hanyalah tegukan terakhir di cangkir kopimu yang selalu enggan kau santap karena terlalu pekat.

Apalah; Siapalah

Apalah kamu itu.
Seolah ada di utaraku, nyatanya termangu di selatan. Seolah menyeruak dari tumpukan kata, nyatanya hilang tanpa tanda baca. Seolah imaji, nyatanya kroni.

Siapalah kamu itu.
Hanya yang mampu membuat garis lengkung yang meluruskan arahku. Hanya yang mampu melahirkan tawa yang suaranya tiada bisa terdengar. Hanya yang mampu membuat kebetulan-kebetulan yang dibetul-betulkan.

Apalah aku ini.
Mencari-cari duka penuh tanda tanya. Menahan diri agar tetap di permukaan berharap tidak tenggelam. Memapah satu demi satu langkah menuju kamu.

Siapalah aku ini.
Sekadar penghuni bumi yang selalu ingin berada di titik koordinat yang sama denganmu. Sekadar penyeluncur yang kurang mahir menyeimbangkan papan. Sekadar pelontar ajakan perihal kopi yang masih amatir.

Apalah semesta itu. Terlalu suka bercanda. Siapalah kita ini. Terlalu banyak berencana.