Saturday, April 05, 2014

Senja

Bukankan itu indah, ketika senja nanti, bersama kita duduk-duduk di halaman rumah milik salah satu dari kita? Tidak lagi ada gelas-gelas kopi di atas meja bundar, apalagi semangkuk es krim. Bukankah itu indah, ketika hanya ada cangkir-cangkir teh hangat di hadapan? Rambutmu boleh saja memutih seiring kulitku yang kian mengendur, tapi kelakar kiranya tak akan padam.

Dalam sore yang semakin menjingga, kita memaksa daya ingat kita untuk bekerja lebih keras, untuk mengingat-ingat hal-hal yang tertinggal di hari kemarin, dari yang mengharukan sampai yang memilukan. Ah tapi itu semua akhirnya hanya akan menyisakan simpul manis di ujung bibir kita. Kita hanyut dalam abu-abu. Sekadar bernostalgia untuk kemudian semakin giat bersyukur kepada Tuhan yang telah menggenapkan kebahagiaan.

Bukankah itu indah, ketika kita senada dalam balutan jaket rajut yang melindungi tubuh renta kita dari terpaan angin yang mahadingin? Entahlah, mungkin juga tidak begitu. Mungkin saja kau masih senang mengenakan rok-rok pendek, celana di atas lutut, polo shirt, flanel kotak-kotak, celana jeans sobek, dress-dress cantik, hijab terlilit-lilit, cardigan, atau kaos-kaos warna-warni. Aku sebenarnya tidak begitu peduli apa yang kau kenakan tetapi sebetulnya itu bisa sangat membantu ingatanku untuk mengenalimu. Bukan karena aku sombong tapi bukannya memang begitu, menjadi tua identik dengan menjadi pikun?

Ah indah rasanya berkumpul lagi denganmu di kala senja. Ketika wajahku bertemu wajahmu nanti, akan kubaca lagi semua kisah kita yang tersimpan rapi dalam lekuk-lekuk kulit wajahmu. Hingga tiba saatnya di mana satu per satu dari kita harus kembali pulang ke rumah ditemani gelapnya langit malam yang berbintang.

No comments:

Post a Comment